Bata ringan mulai diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1997, tepatnya di Karawang, Jawa Barat, dimana pabrik bata ringan pertama kalinya berdiri di tanah air. Bata ringan yang masuk di Indonesia memiliki dua jenis bata ringan, yaitu bata ringan AAC dan bata ringan CLC. Keduanya memiliki karakteristik berbeda.
Secara fungsional mempunyai persamaan, keduanya merupakan bahan bangunan penyusun dinding, tergolong dalam beton yang non struktur, beton yang mempunyai berat jenis rendah, beton yang tidak diijinkan untuk struktur konstruksi bangunan. Mortar bata ringan atau beton ringan tipe O adalah mortar yang mempunyai kekuatan 2,4 MPa, yang dibuat dengan menggunakan semen portland dan kapur padam dengan komposisi tertentu.
Bata Ringan AAC
Bata ringan AAC (Autoclaved Aerated Concrete) adalah beton seluler dimana gelembung udara yang ada disebabkan oleh reaksi kimia, yang terjadi pada mortar AAC. Bahan baku dari bata ringan ini terdiri dari pasir silika, semen, kapur, sedikit gypsum, air, dan aluminium pasta, yang berfungsi sebagai bahan pengembang (pengisi udara secara kimiawi).
Setelah mortar tercampur sempurna, nantinya akan mengembang selama 7-8 jam. Aluminium pasta yang digunakan dalam mortar tersebut, selain berfungsi sebagai pengembang juga berpengaruh pada kekerasan beton. Volume aluminium pasta ini berkisar 5-8 persen dari adonan yang dibuat, tergantung kepadatan yang diinginkan.
Mortar beton aerasi ini kemudian dipotong sesuai ukuran. Mortar beton aerasi yang masih mentah ini, kemudian dimasukkan ke autoclave chamber dengan diberi uap panas dan diberi tekanan tinggi. Suhu di dalam autoclave chamber sekitar 183ºC. Hal tersebut dilakukan sebagai proses pengeringan atau pematangan.
Saat pencampuran bahan baku, terjadi reaksi kimia eksotermis. Bubuk aluminium bereaksi dengan kalsium hidroksida yang ada di dalam pasir kwarsa dan air sehingga membentuk hidrogen. Gas hidrogen ini membentuk gelembung-gelembung udara di dalam campuran beton tadi. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volume mortar menjadi lebih besar dari volume semula.
Pada akhir proses pengembangan atau pembusaan, hidrogen akan terlepas ke atmosfer dan langsung digantikan oleh udara. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari karakteristik gas hidrogen sebagai gas ringan dan innert. Rongga-rongga udara yang terbentuk ini yang membuat beton ini menjadi ringan.
Reaksi terjadi gas H2 adalah sebagai berikut:
Selanjutnya cara untuk menghitung jumlah hidrogen yang dihasilkan adalah dengan penerapan hukum gas kimia atau biasa disebut hukum gas ideal, yaitu
PV = nRT
P = tekanan (atm)
V = volume (L)n = mol
R = tetapan gas universal (0,08206 L atm mol-1K-1)
T = temperatur (K)
Bata Ringan CLC
Bata ringan CLC (Cellular Lightweight Concrete) adalah beton seluler yang mengalami proses curing yang berlangsung secara alami. CLC adalah beton konvensional yang dalam hal ini agregat kasar (kerikil) diganti dengan gelembung udara. Gelembung udara dihasilkan dari foam agent yang stabil dan tidak bereaksi secra kimiawi ketika proses pencampuran mortar dengan foam. Secara tegas foam atau busa hanya berfungsi sebagai media pembungkus udara.
Pabrikasi dan peralatan yang digunakan untuk menghasilkan CLC juga standar, sehingga produksi dengan mudah dapat pula diintegrasikan ke dalam pabrikasi beton konvensional. Hanya pasir, semen, air dan foam yang digunakan dan foam agent. Kepadatan yang didapatkan dapat disesuaikan mulai dari 350 kg/m³ sampai 1.800 kg/m³ dan kekuatan dapat juga dicapai dari serendah 1,5 sampai lebih 30 N/mm².
Pasir sungai berukuran 2, 4, 6 dan 8mm dapat digunakan, tergantung pada kepadatan yang diinginkan. Semen portland menawarkan kinerja paling optimal tetapi kebanyakan jenis lain semen juga bisa digunakan. kepadatan beton bisa disesuaikan, berbagai ukuran dan maupun panel prefab dapat diproduksi, di atas kepadatan dari 1.200 kg / m³ (setengah dari berat beton konvensional) untuk aplikasi struktural dapat mengunakan rangka baja.
Pada CLC gelembung udara yang dihasilkan benar-benar terpisah satu sama lain, sehingga penyerapan air jauh lebih sedikit dan baja tidak perlu dilapisi dengan lapisan anti korosi, beton dengan kepadatan diatas 1.200 kg/m3 juga tidak memerlukan plaster, seperti pada AAC yang mutlak harus diplaster. Beton CLC bisa langsung di aci dan finishing (cat) saja. Penyerapan air lebih rendah dari AAC dan masih cukup baik dibandingkan dengan beton konvensional.
CLC sama halnya dengan beton konvensional, kekuatan akan bertambah seiring berjalannya waktu melalui kelembaban alamiah pada tekanan atmosfer saja. Meskipun tidak seringan AAC, CLC tetap menawarkan penurunan berat beban yang cukup besar dibandingkan dengan beton konvensional dan isolasi termal 500% lebih tinggi dan tahan api.
Paku dan Sekrup dapat dengan mudah dipaku ke CLC terus tanpa harus menggunakan pen, CLC juga dapat dipotong atau digergaji. Bahkan panel dinding rumah seluruhnya dapat dicetak hanya dalam sekali tuang.
Beton CLC menawarkan banyak ruang lingkup pengaplikasian, mulai dari isolasi atap rumah pada kepadatan serendah 650 kg / m³ sampai dengan produksi panel dan lantai beton dengan kepadatan 1800 kg / m³.